25 Des 2007

menyiasati hidup

Telah dijelaskan dibanyak buku dan seminar tentang bagaimana seni menata hati. Bagaimana bersemangat, bagaimana menggapai sukses, serta bagaimana membikin percaya diri dan mengurangi rendah diri, serta bagaimana agar selalu positive thinking dan menutup rapat sekecil apapun lobang untuk negative thinking.Beredarnya ratusan buku tentang hal tersebut, dengan tersusun rapi di toko toko buku terkenal bahkan diemperan jalan, sesungguhnya sangat menambah pengetahuan kita akan hal tersebut, sehingga kita banyak mengambil manfaatnya. Itulah seni menikmati hidup. Namun, ternyata, sejarah umat islam, sangat cukup mengajarkan kepada kita tentang hal hal tersebut. Sudah sewajarnya kita melihat para panutan kita. Bagaimana mereka mensiasati hidup. Bagaimana mereka menghadapi keadaan, tentunya dimensi keimanan akan selalu melekat pada mereka.

Dikisahkan seorang salafusholih, seorang yang bermata juling, tidak melihat. Lumpuh tangan dan kakinya. Suatu ketika dia berdoa “ Alhamdulillah, segala puji bagi Allah, yang telah memberi kesehatan dan perlindungan kepadaku dari berbagai ujian yang diberikan kepadaku dari berbagai ujian yang diberikan kepada makhluk makhluknya selainku, dan melebihkan aku daripada mereka”.

Seseorang yang kebetulan mendengar do’anya terheran heran dan mengatakan “ Apa yang Allah sehatkan dan lebihkan dari dirimu?”, matamu juling dan tidak bisa melihat, tangan dan kakimu lumpuh?”. Orang shalih itu mengatakan “ Allah telah memberiku lisan yang bisa berzikir dan hati yang bersyukur, serta tubuh yang bisa bersabar atas ujian iniYa Allah, kenikmatan apapun yang aku alami dan seluruh makhlukmu pada pagi ini hanyalah dariMU, tidak ada sekutu bagi-Mu. Bagi-Mu segala puji dan segala syukur.

Saudaraku, salah satu sikap menyiasati hidup ini adalah dengan menata segala perpaduan keadaaan kita menjadi lebih baik. Rosulullah telah mengajarkan kepada kita bahwa semua yang ada pada diri mukmin adalah keberuntungan, jika mendapat musibah dia bersabar. Ini keberuntungan karena Allah akan membalas kesabaran dengan ridhonya, yang siapa tahu yang dianggap musibah tersebut justru sebagai penggugur dosa kita. Sebaliknya jika mendapat keberuntungan dia bersyukur. Syukur kepada Allah menjadikan hati ini tidak keras dan nikmat Allah akan semakin bertambah.

Sebuah kesulitan, bisa berubah menjadi kenikmatan, demikian juga sebaliknya. Kesenangan dan kelapangan bisa berubah menjadi kesusahan dan kesulitan. Mari kita perhatikan apa yang dikatakan Wahab bin Munabih kepada said bin jubair, “ dahulu, orang orang sebelum kalian jika mereka ditimpa cobaan, mereka justru menganggap hal itu sebagai kelapangan. Dan jika mereka diberikan kelapangan, mereka justru menganggap hal itu sebagai cobaan ( Az Suhd, imam ahmad 446 ). Wahb bin munabbih juga pernah jengatakan, “ para wali Allah jika menempuh perjalanan yang sulit, mereka justru optimis, sedangkan jika mereka melewati perjalanan yang mudah mereka malah khawatir.”

Inti dari pesan ini adalah, kita tidak boleh terjebak menjatuhkan vonis pada keadaan yang buruk. Sesungguhnya didunia ini, segala sesuatu tidak hanya bisa dikukur secara lahir. Allah telah memberitahukan kepada kita lewat rosulnya “ Boleh jadi engkau membenci sesuatu, tetapi sesuatu itu baik bagimu. Boleh jadi engkau menykaui sesuatu, tetapi sesuatu itu tidak baik bagimu. ( Qs Al Baqoroh : 216 ).

Saudaraku, Telah dijelaskan oleh ulama ulama kita bahwa Syaitan selalu berusaha untuk membujuk manusia agar jauh dari aturan Allah. Berbagai cara dilakukan oleh syaitan, terlebih untuk masa ini dimana radio, televise, internet , teknologi dan media seolah olah menjadi iklan yang terus menerus memenuhi rumah rumah kita. Kebaikan dan kejahatanpun kian samar dan abu abu, sehingga celah sedemikian tentu dimanfaatkan oleh syaitan.

Tentang hal ini, mari kita simak apa yang dikatakan oleh Harits bin Qais Al Ja’fi “ Jika engkau melakukan kebaikan, janganlah engkau menundanya. Jika engkau didatangi syaitan engkau sedang sholat, lalu syaitan membisikkan bahwa engkau sedang melakukan sholat karena riya’ tambahkanlah sholatmu lebih lama lagi.” (Az Zuhd 430 ).

Saudaraku, perhatikanlah bagaimana syaitan menumbuhkan perasaan seseorang untuk tidak lebih banyak beramal ibadahnya dengan alasan riya. Mungkin kita sering berpikir, wah takut riya nih. Kayaknya kok ada riya nya dikit. Hentikan dulu saja ibadahnya, nanti lagi. Namun, bagi Harits bin Qais, tipu daya ini dilawannya, bahkan ia justru menyatakan agar kita menambah panjang dan lama sholat. Harits bin Qais justru menasehati kita agar lebih memperbanyak amal ibadah yang disebut sebut sebagai amalan riya itu, sambil selalu berdoa kpd Allah agar dijauhkan dari sifat yang tidak baik.

Saudaraku, Keterangan yang lebih jelas tentang hal ini dapat kita lihat dari seorang Tabi’in bernama Uwais Al Qarni. Suatu ketika ia melihat seseorang sedang melakukan sholat. Tapi orang itu kemudian duduk kembali lalu berdiri lagi. Orang itu lalu berdiri lagi, tapi kemudian duduk kembali. Uwais Al Qorni bertanya pada orang tersebut. “ Kenapa engkau melakukan hal itu?” ia menjelaskan “ tadi aku ingin sholat tapi tiba tiba ada bisikan yang mehyebutkan aku melakukan amal ibadah dengan riya’. Lalu aku duduk. Tapi diriku tetap mendorongku untuk melakukan sholat sehingga aku berdiri lagi untuk sholat. Kemudian dating lagi bisikan bahwa aku riya, maka aku duduk kembali.”

Uwais Al Qorni lalu berkata ,” Apakah saat sendirian dan tidak ada orang yang melihatmu, engkau juga melakukan sholat seperti ini?” Orang itu mengatakan “ Ya”. “Kalau begitu sholatlah sekarang, engkau tidak melakukannya karena riya’, ujar Uwais
( Az Zuhd, 412 ).

Uwais Al Qarni, mengajarkan kepada kita soal cara menghadapi bisikan syaitan, yaitu mengembalikan penilaian amal pada bagaimana amal amal kita tatkala kita tidak dilihat oleh siapa siapa. Itulah nasehat dari tabi’in dalam melakukan amal shalih.

Saudaraku, tak perlu berdalih menyalahkan keadaan yang menghalangi kita mengerjakan amal shalih. Tak perlu berdalih “ Wah pakaian saya kotor, dijamak saja, sementara syarat tersebut tidak ada dsb, nanti saja sholatnya dirumah tidak dikantor, sementara maghrib sudah berlalu diperjalanan dsb. Marilah kita berlomba. Bukankah dunia adalah ladang menanam untuk akherat”?

Nada Syafa Amira

1 komentar:

Anonim mengatakan...

salam kenal ya. Keep istiqomah